SOULMATE
Tittle : Soulmate.
Cast : Choi Siwon, Shin Mi Woo.
Genre : Romance, Family.
Length : One Shoot / 5839 Words.
Rated : PG 15
Hallo… Choi Siwon dan Shin Mi Woo kembali. Saya kangen
pada mereka hehe, dan kali ini saya kasih kesempatan mereka untuk bahagia hehe.
Ini asli absurd dan gaje, tanpa konflik.
Don’ t bash, don’t palgiat and happy reading.
***
6 bulan setelah pertemuan di pemakaman Seung Hyun (peristiwa di pemakaman di sini)
“Oh Mi Young – ah, kau sudah bangun? sikat gigimu
dulu, minta Appa untuk membantu.” Mi Woo menjulurkan kepalanya ke dalam
kulkas, mengambil sekotak keju kemudian kakinya berjinjit lincah mengambil alat
pemarutnya. Meletakkannya dengan cepat di atas meja makan dan berlari
mengecilkan api kompor. “Oppa, bantulah Mi Young menyikat gigi!”
Tidak ada jawaban. Mi Woo menoleh dan mendapati orang
yang dipanggilnya menelungkupkan kepala di meja. Beralaskan nampan dan wortel.
“Aku menyuruhnya mengiris wortel, dasar koala. Mi
Young – ah, ayo sana sikat gigimu, Oppa bangunlah cepat!” Dia hanya bisa
menghela nafas ketika Mi Young juga mengikuti jejak ayahnya, menelungkupkan
kepala di meja.
“Baiklah, kalau begitu aku akan membuat sarapan untuk
diriku sendiri.” Mi Woo menepukkan tangan di celemek bunga - bunganya.
Siwon mengangkat kepalanya, “Ya, siapa yang
mengerjakan tugas hingga jam satu pagi dan membangunkanku jam lima pagi?”
“Aku tidak minta ditemani, aku kan sudah menyuruhmu
tidur lebih dulu.” Mi Woo tidak mau kalah. Dia mendorong piring berisi roti yang baru
saja dipanggangnya ke hadapan suami dan putrinya. Sambil menunggui mereka makan
dia mencuci strawberry. Dia mengerjakan tugas kuliah hingga sangat larut dan
Siwon menungguinya dengan terkantuk - kantuk.
“Oppa, hari ini aku akan ke kampus.” Mi Woo
menarik kursi dan memasukkan sebuah strawberry ke mulutnya – dengan dilempar. “Aku ditelfon pagi
pagi sekali.” Padahal kemarin dia sudah mengatakan akan seharian di rumah.
Siwon menghela nafas, “Aku mengambil libur hari ini
dan kau malah akan pergi?” Dia membatalkan meetingnya hari ini demi
tinggal di rumah. Dia dan Mi Woo tidak cukup punya waktu untuk bersama – ditambah
suasana canggung Mi Woo yang masih sering terlihat. Canggung setelah lima
setengah tahun pernikahan mereka, bukankah dia suami yang sangat menyedihkan?
Siang hari Siwon di kantor dan Mi Woo ke kampus, juga berperan ganda sebagai
Ibu rumah tangga. Mi Woo bersikeras melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri.
Dan pagi inilah contohnya. Malam hari lebih banyak dihabiskan Mi Woo untuk
mengerjakan tugas dan menidurkan Mi Young – hingga dia tertidur di kamar Mi
Young.
“Itu kantormu, kau bisa datang dan pergi sesuka hatimu.”
Sekarang Mi Woo menggigit roti. “Pergilah bekerja dan aku akan ke kampus.”
“Sepertinya kau lebih mencintai kampusmu daripada aku,
tahu akan begini aku tidak akan memasukkanmu ke universitas.” Siwon memajukan
bibirnya, pura-pura marah.
“Oppa, pendidikan sangat penting bagiku. Kau
juga Mi Young – ah, jadilah anak yang pintar, sekarang kau bisa sekolah
dimanapun yang kau mau.” Kata Mi Woo sambil menambahkan keju ke roti Mi Young.
“Makan yang banyak sayang.”
Mi Young mengangguk, dia menjauhkan kejunya dengan
sendok dan lebih tertarik pada Strawberry Mi Woo, “Susu.”
“Aku akan segera pulang setelah acaranya selesai, ujiannya
sudah selesai kemarin. Mi Young – ah, Appa libur hari ini, kau pulang
dijemput Appa ya?” Dia memandang Siwon yang sedang menuang air panas
dari dispenser, meminta persetujuan.
“Baiklah, bagaimana kalau pulang sekolah kita jalan - jalan?
Membeli es krim?” Siwon mengerling, memanas – manasi Mi Woo. Mi Woo mendengus. “Eommamu
terlalu sibuk untuk jalan – jalan bersama Appa, kita pergi berdua saja,
oke? Nah, habiskan susunya.”
“Coba saja kalau kalian berani melakukannya. Sepertinya
ada telfon, Mi Young – ah, ambilkan ponsel Eomma di kamar.” Mi Woo
menunjuk kamar dengan dagunya. Hanya butuh beberapa detik bagi Mi Young untuk
kembali dengan ponsel di tangannya.
“Yeoboseo, Seul Ong – ah…” ternyata dari teman
kampusnya. “Aku akan segera sampai di sana, aku tidak akan terlambat, ya kau
tenang saja, Ne, ne…” Mi Woo meletakkan ponselnya di meja, “Seoul
Ong – ah, kau itu sangat sopan jika berbicara pada wanita.” Dia menggelengkan
kepala, teringat teman satu timnya di kampus.” Seul Ong itu sangat ramah,
sopan, pintar.”
“Siapa namanya yang ramah, pintar dan sopan?” Siwon
menusuk rotinya dengan garpu. “Siapa Shin Mi Woo?” tanyanya gemas.
“Kau, siapa lagi?” Mi Woo meneguk tehnya, “Kau ramah,
baik dan sopan tapi dia sangat ramah, sangat baik dan sangat sopan.”
“Mulai sekarang sepertinya aku akan memasukkanmu ke
universitas khusus perempuan” Siwon
menelan rotinya dalam beberapa kunyahan.
“Eomma, aku ingin menelfon.” Mi Young
menengadahkan tangannya, meminta ponsel “Aku ingin menelfon Jin Hee Oppa.”
Tambahnya dengan polos, tapi itu cukup membuat Mi Woo tersedak roti. Siwon berjalan memutari meja, menepuk
punggungnya.
“Kemarin saat kita ke stasiun bawah tanah aku melihat
Jin Hee Oppa, tapi dia tidak mendengar panggilanku, boleh aku
menelfonnya?” pinta Mi Young penuh harap.
“Kau ini masih kecil, kenapa menelfon anak laki –
laki? Telfon saja temanmu yang lain.” Mi Woo masih mengatur nafasnya. Ya Tuhan…
anak sekecil Mi Young sudah bisa mengingat anak laki – laki. Ada apa dengan
didikannya? Sepertinya dia harus memperketat pengawasannya. Dan lagipula dia
tidak ingin berurusan dengan Jin Hee lagi, lebih tepatnya keluarganya.
“Mi Young – ah, kau tumbuh dengan sangat cepat.” Siwon
mengucak puncak kepala Mi Young. “Kau suka pada Jin Hee, eoh?”
Mi Young mengangguk cepat yang sukses membuat Siwon
tergelak. Putrinya yang belum genap lima tahun sudah menaruh hati pada anak
laki laki. “Jin Hee Oppa pernah memberiku es krim coklat. Eomma,
kenapa Jin Hee Oppa tidak pernah bermain bersama kita lagi?”
“Yah, Choi Mi Young jangan sebut – sebut dia lagi,
kehidupan kita sudah beda. Eomma tidak bekerja sebagai pengasuh Jin Hee
lagi. Jin Hee sudah bersama Ayah dan Ibunya, kau tidak bisa menelfon karena Eomma
tidak punya nomornya.” Mood makan Mi Woo mendadak hilang. Sudah dua tahun
berlalu sejak dia berkerja di keluarga Kim, walaupun rasanya masih sangat
membekas. Dia sudah putuskan tidak akan berhubungan dengan mereka lagi.
Sekalipun bertemu di jalan, dia juga akan berpura – pura tidak kenal.
“Kim Jong Woon teman SMP ku, aku bisa mencarikan nomor
telfonnya kalau kau mau.” Siwon menawarkan.
“Oppa, tidak perlu.” kata Mi Woo tegas. “Aku
tidak akan mengizinkan Mi Young pacaran sebelum SMA. Kau mengerti Mi Young –
ah, tidak boleh pacaran sebelum SMA. S – M – A!” Dia menggerakkan jarinya di
depan Mi Young. “Andwae, tidak boleh menerima makanan dari teman laki –
laki tanpa sepengetahuan Eomma.”
“Kau ini berlebihan Mi Woo – ya.”
“Cukup aku yang menjadi korban kekejaman masa muda.”
Kata Mi Woo datar – namun menghunjam. Dia hanya ingin yang terbaik untuk Mi
Young. Mi Young sudah punya segalanya, orang tua yang lengkap, sekolah dan
kehidupan yang terjamin. Berbanding terbalik dengan dia dulu.
Siwon langsung kalah telak.
“Berarti aku boleh bertemu dengan Jin Hee Oppa
setelah aku…” Mi Young menelan rotinya dengan susah payah. “ Setelah aku
menjadi Eomma?” Eomma dan Appanya bersatu kembali setelah
dia besar.
“Tidak juga Mi Young – ah, pokoknya Eomma tidak
akan mengizinkanmu pacaran sebelum kau besar. Oppa kau dengar, jangan
coba menjodohkan Mi Young dengan siapapun, apalagi teman bisnismu dan itu
bertujuan untuk menguntungkan perusahaan.” Mi Woo mengancam dengan ujung
garpunya.
“Aku juga tidak akan sekejam itu pada anak orang.”
Siwon tersenyum manis
Mi Young memandangnya tidak mengerti. Mi Woo melotot,
mulutnya komat – kamit namun tidak mengeluarkan suara, kalau Ibunya
mendengar bagaimana? Kau bisa dihantui.
“Baiklah, aku bertemu dengan Jin Hee Oppa kalau
sudah besar saja.” Mi Young menggigit Strawberry, “ Bolehkan Eomma aku
berkencan dengan Jin Hee Oppa seperti Eomma dengan Paman Woo
Hyun?” dia menyesap Strawberry hingga airnya belepotan di bibirnya.
Satu lagi kejutan pagi dari Mi Young. Mi Woo merasa
dia sudah mendidik Mi Young dengan sebaik – baiknya, tapi kenapa bisa kecolongan?
Siwon memandang Mi Woo intens, apa maksudnya? Sepertinya kau tidak mendidik Mi
Young untuk berbohong.
“Mi Young – ah, kau jangan mengada – ada!” Mi Woo
tergagap. “Siapa yang mengajarimu soal cinta, Oppa pasti kau?!” dia
menunjuk Siwon dengan garpu, menyerang lebih dulu sebelum dia banyak bertanya.
“Jadi kau dan Nam Woo Hyun pacaran? Kau bilang hanya
teman, Ya… Shin Mi Woo bagaimana bisa kau melakukannya?” Siwon tampak
frustasi, dia melampiaskannya pada roti, mencacahnya hingga tanpa bentuk. “Sementara
aku menata diri di Amerika, kau disini pacaran?”
“Tidak, Oppa, tidak!” Mi Woo memelototi Mi
Young. Dia hanya teman dengan Nam Woo Hyun walaupun tinggal satu rumah. Kalau
Nam Woo Hyun menganggapnya bukan teman, itu urusannya, bukan urusan Mi Woo. “Mi
Young mengada – ada, mana mungkin aku pacaran dengan dia! Mi Young – ah, kau
ini mulai nakal ya?!” Dia ingin menjewer pipi Mi Young tapi Siwon
melindunginya.
Mi Young meminum susunya dan berkata dengan sangat
tenang. “Paman Woo Hyun pernah mencium Eomma, di sini, hump… hump…”
sebelum dia selesai bicara Mi Woo sudah membungkam mulutnya. Mi Woo hampir saja
melompati meja.
“Shin Mi Woo….” Kata Siwon lirih. Jadi itukah alasan
Mi Woo tidak mau dipeluk olehnya ? Dia hanya bisa memeluk Mi Woo dalam hitungan
detik karena Mi Woo akan lansung meloloskan diri. “Ternyata kau punya pacar?”
“Oppa jangan percaya pada Mi Young, dia bohong!”
Siwon menumpu dahinya dengan tangan. Mi Woo mendekat dan
memasang wajah memelas, berlutut di depan kursinya. “Percayalah padaku, hanya
kaulah yang kucintai…”
Siwon menoyor kepala Mi Woo hingga hampir terjungkal,
“Tidak lucu!” lalu mengacak rambutanya gemas. “Cepat habiskan sarapanmu, kau
bisa terlambat.” Tidak ada gunanya dia cemburu karena itu sudah lama lewat. Dan
situasi dua tahun lalu sangat membolehkan mereka pacaran. Lee Jinki kurang
ajar, kenapa tidak bilang jika menelantarkan surat cerai hingga empat tahun?
“Sepertinya ada telfon lagi.” Mi Woo menoleh ke arah
kamar.
Tanpa dsuruh Mi Young melorot turun dari kursi dan
kembali dengan ponsel milik Siwon. “Eomma, Eomma dari Yeo Na, Yeo
Na…” Mi Young meloncat kegirangan. Hyo Na adalah anak Lee Jinki, Mi Young dan
Yeo Na sudah seperti saudara sepupu. “Yeo Na – ya!” pekiknya senang.
“Yeoboseo Yeo Na – ya…” Mi Woo meletakkan
ponsel di meja dan menyalakan speakernya. “Jinki Oppa ada apa? Oh, kau
ingin menitipkan Yeo Na? kau dan Shin Ae akan ke Mokpo?”
Siwon memberi tanda dengan tangannya, tidak boleh.
“Yeo Na akan ke sini” Mi Woo mengajak Mi Young tos.
“Berikan padaku!” Siwon meminta ponselnya, “Tidak
boleh, memang kau pengasuhnya apa ?” Kuliah, mengurus rumah, mengurus anak,
mengurus anak orang, kapan ada waktu untuknya? Mi Woo menjauhkannya, Siwon
mengejar hingga memutari meja. “Ya, Lee Jinki berikan saja anakmu ada
pengasuhnya, jangan mengganggu istriku!”
“Aish, Oppa kau ini tidak sopan sekali.” Mi Woo
mendekap ponselnya di dada. “Anieyo, kami tidak sibuk kebetulan sekali
hari ini Siwon libur, jadi dia bisa menjaga anak – anak di rumah, kau tidak
usah merasa sungkan…” Mi Woo tersenyum jahil.
“Aku akan ke kantor setelah ini, aku akan mandi.”
Siwon menyerah dan beranjak pergi namun Mi Woo menyeret ujung kaosnya. “Aku
akan membantumu setelah pulang dari kampus, Jinki Oppa, antarkan saja
Yeo Na ke mari!”
“Mi Woo – ya…”
“Apa salahnya membantu orang, aku akan bersiap – siap,
habiskan sarapan kalian!” Mi Woo melenggang pergi sambil bernyanyi mengikuti jingle
iklan di TV.
Inilah kelemahan Siwon, lima setengah tahun pernikahan
mereka. Dengan lima tahun dihabiskan antara lantai satu dan lantai dua dan juga
Korea – Amerika, rasanya dia tidak kuasa menolak apa yang keluar dari mulut Mi
Woo. Dosanya pada Mi Woo dan Mi Young sudah terlalu banyak. Toh, Mi Woo tidak
pernah meminta banyak hal, tidak pernah menuntut ini itu. Uang belanjapun jika
tidak diberi dia tidak pernah memintanya. Ongkos taksi juga tidak pernah
meminta, apalagi perhiasan mahal. Bagian sahamnya lebih besar dari milik Siwon.
Terlalu tau diri. Satu lagi, dia tipe istri penurut, saking penurutnya kadang
membuat Siwon meras frustasi. Dan yang paling menyebalkan sekalinya meminta Mi
Woo tidak pernah meminta untuk dirinya sendiri – atau mereka berdua.
Siwon harus bagaimana lagi agar mereka bisa semakin
dekat?
***
“Ini sepertinya sudah jelek, harus diganti.” Siwon
meneliti gorden kamar. “Oh sejak kapan aku memelihara motif seperti ini,
warnanya juga tidak baik menurut fengshui, tidak hoki, pantas istriku
punya pacar.” Dia menggut – manggut.
Mi Woo yang sedang menyisir rambutnya – rambut pendek
sebahu, baru dia potong kemarin – mencibirkan bibir. Suaminya sedang mencari
perhatian. “Memangnya kau tahu soal fengshui?”
“Apa sih yang tidak aku tahu?” Siwon membanting tubuhnya
di ranjang, meraih ponsel Mi Woo dia atas bantal dan memainkannya. Dia sudah
mandi, siap untuk mengasuh dua anak hari ini, memakai celana pendek dan kaos
biru pas badan.
“Rambutku bagus tidak?” Mi Woo menyentuh rambutnya.
Dia memotongnya di salon langganannya di Daegu. Yang membuat Siwon terperangah,
dia ke salon kecil di Daegu padahal semua mall di Seoul juga ada salonnya.
Bukannya memperhatikan rambutnya namun Siwon
memerhatikan Mi Woo dari atas hingga bawah. Tubuhnya masih saja kurus kering,
kapan akan sedikit berisi dan bisa sedikit dipamerkan. Dipamerkan, dibawa ke
hadapan seluruh bawahannya di kantor. Mungkin karena tidak mendapat gizi yang
cukup sejak kecil jadi akan sulit. Mendadak dia ingin memeluknya. Tapi Mi Woo
selalu berkelit, lebih lincah dari belut.
Sulit sekali menepis jarak diantara mereka walaupun
masing – masing sudah menyatakan saling mencintai. Lima tahun ternyata terlalu
lama, mungkin Siwon harus lebih bersabar karena sekarang baru enam bulan mereka
tinggal bersama.
“Kenapa kau memperhatikanku seperti itu? Apa yang ada
di pikiranmu? “ Mi Woo melempari Siwon dengan bantal. Dia membuka laci, menemukan
botol obat berwarna putih dan langsung menelan dua sekaligus. Dia tidak
mengembalikannya ke laci, namun memasukkannya ke dalam tas.
“Apa itu bermanfaat?” Siwon berbaring miring,
menyangga kepalanya dengan tangan. “Kurasa tidak ada perbedaannya.” Dia melirik
ke arah ponsel Mi Woo yang berdering.
“Tentu saja, yang merasakannya aku, bukan kau. Aku
berangkat dulu Oppa, tidak usah kau antarkan, aku berangkat sendiri saja.”
Siwon mengambil ponsel Mi Woo, menepuk pipinya sendiri
sambil tersenyum manis. Mi Woo menghela nafas dan menempelkan tangannya ke pipi
suaminya.
“Lipstik ini aku baru saja membelinya, mahal, sayang
jika terhapus.” Mi Woo mendecakkan bibir. Siwon kembali membanting tubuhnya
dikasur, kehabisan akal.
“Aku berangkat, berikan ponselku!”
“Periksa dulu sepertinya ada pesan masuk, mungkin dari
kampusmu.” Siwon cengar – cengir tidak jelas.
Mi Woo memeriksa sebuah SMS yang baru masuk. Belum
selesai dia membaca, suaminya sudah merebutnya kembali. SMS dari Seul Ong yang
mengatakan dia akan mengizinkan Mi Woo untuk tidak masuk pada dosen karena
sedang sakit. “Oppa, apa yang kau lakukan?” dia berkacak pinggang,
pasang kuda – kuda.
“Tidak ada alasan bagimu untuk pergi ke kampus.” Siwon
mengangkat ponsel Mi Woo tinggi – tinggi.
“Apa yang kau bilang pada Seul Ong , hah?” Mi Woo
murka. Dia melompat naik ke tempat tidur, merebut ponselnya. Siwon berguling.
“Kubilang kau sedang sakit, kau sedang hamil muda.
Memangnya apalagi yang sering membuat orang yang sudah menikah sakit selain
itu?”
“Oppa, berikan ponselku! Kau jangan mengada
ada, aku harus ke kampus, Oppa, berikan cepat!” Dia kan belum hamil, ada
– ada saja. “Oppa kau ini, cepat berikan!” Mi Woo terus mengejar
ponselnya.
Siwon mematikan ponsel Mi Woo, “Sudah tinggalah saja
di rumah Shin Mi Woo sayang… Akhh…” Siwon menjerit karena Mi Woo memukul
perutnya, dia meringis. Kesempatan itu tidak disia – siakannya untuk mengambil
ponselnya.
“Aku menang!” Mi Woo tersenyum puas, memasukkan
ponselnya ke saku. Dia baru akan melompat turun ketika Siwon menjegal kakinya,
membuatnya jatuh berdebam dengan kaki di atas bantal.
“Kena kau sekarang!” Siwon mengunci tubuh Mi Woo,
membuatnya tidak bisa bergerak kemana – mana, kecuali memandang wajahnya yang
hanya beberapa senti di atasnya.
“Apa – apa, yang mau kau la – lakukan?” tanya Mi Woo
gugup. Makin gugup karena suaminya tidak juga menjawab hanya memandanginya
dengan tatapan ingin memangsa. “Men – menjauhlah dariku… Apa yang mau kau
lakukan padaku?”
“Tidak ada, lain kali jangan beli lipstick seperti ini
lagi, kau bisa menjadi pusat perhatian semua laki laki di kampus.” Siwon mengusap
bibir Mi Woo dengan tangannya. Dia sempat berpikiran untuk menciumnya, tapi
sudahlah.
“Lepaskan aku!”
“Rambutmu juga jangan seperti ini, aku tidak suka.”
“Dan pakaianmu, kau jangan sering berpakaian seperti
ini kalau jadi istriku.” Kata Siwon setengah berbisik.
Mi Woo mengangguk, “Aku mengerti, aku akan memakai
baju pemberianmu lain kali.” Detak jantungnya menjadi tidak terkendali. Apa apa
denganmu Shin Mi Woo? Kemana saja dia baru sadar bahwa suaminya itu sangat
tampan?
Siwon melepaskan Mi Woo dan duduk di pinggiran tempat
tidur, menekuri lantai. “Maksudku bukan itu, tapi kancingkan bajumu dengan
benar! Kau sudah mulai jadi perempuan penggoda, aish…”
Mi Woo buru – buru membetulkan pakaiannya dan segera
berpamitan pergi. Membungkukkan kepala – untuk menutupi pipinya yang tidak tahu
malu. Siwon tergelak ketika di depan pintu Mi Woo hampir tersandung.
Butuh waktu memang, namun perlahan jarak diantara
mereka pasti lenyap. Mi Woo punya trauma yang cukup mengerikan jadi yang perlu
dilakukannya sekarang adalah bersabar dan menjaganya agar tidak mengeluarkan
air mata sedikitpun. Dia harus menjaga istrinya agar selalu dalam mood yang
baik. Tidak perlu sebuah hal besar, cukup seperti pagi ini, sarapan bersama dan
bertengkar kecil malah terbukti lebih bisa mendekatkan mereka.
“Aish, Choi Siwon jangan berpikir terlalu jauh dulu!”
***
“Mwoya?” Lee Jinki berdiri dari kursinya,
untung tidak serta – merta menyemburkan kopi di mulutnya. Matanya melotot lebar
memandangi Siwon yang tampak tersudut di kursinya. “Apa kau tidak bisa
menghitung sudah berapa lama pernikahanmu dengan Mi Woo? “ Jinki membuka laci
dan membuka kalender enam tahun lalu yang masih disimpannya hingga sekarang.
“Kau tidak usah berlebihan begitu.” Siwon mengibaskan
tangannya, menjauhkan kalender yang nyaris ditempelkan Jinki di wajahnya. “Kami
menikah lima setengah tahun lalu, aku juga tidak akan lupa.” Seharusnya hati
itu tidak menjadi hari perih.
“Lima setengah tahun dan kau menyetujui saja istrimu
melakukan program penundaan kehamilan? Ya Tuhan, Choi Siwon kau ini suami yang
normal atau tidak?” Jinki memijit keningnya. Sahabatnya itu bodoh atau terlalu
menurut pada istri?
“Kau tidak ingin punya anak, hah? Usiamu sudah hampir 32 tahun!” Jinki
meletakkan kembali tubuhnya di kursi, menyandarkan punggungnya tanpa daya. Inikah
hasilnya dari usaha mendamaikan mereka selama empat tahun? Empat tahun dia
memberi waktu pada surat perceraian Siwon dan Mi Woo mengendap di laci. Tentunya
dengan resiko dia akan ditangkap. Dan setelah bersatu kembali Siwon malah
membuat sekat bodoh macam itu. Program penundaan kehamilan. Ingin sekali Jinki
mengaduk otak Siwon agar sedikit pintar.
“Bagaimana mungkin aku menolaknya? Mi Woo sendiri yang
memintanya, lagipula sepertinya dia sangat sibuk kuliah, aduhh…” Siwon mengusap
kepalanya karena Jinki melemparinya dengan kamus.
Jari – jari Jinki bergerak gemas, terkepal membuka,
terkepal menutup. Kalau tidak di kantor dia pasti sudah mencekik Siwon. “Aku
malu sekali bekerja pada orang sepertimu Choi Siwon – ssi …” dia mengusap
rambutnya yang sudah acak – acakan. Sepertinya lebih baik tidak makan ayam
setahun daripada punya sahabat yang kelewat bodoh dan polos seperti Siwon.
“Aku tidak bisa menolak permintaan Mi Woo.” Siwon
mengendurkan dasinya yang terasa mencekik. Sebetulnya Mi Woo tidak meminta
secara langsung. Dia hanya datang memberinya selembar kertas dan berkata, ‘Oppa,
Aku mendapatkan itu dari dokter tadi, apa aku boleh melakukannya?’
Dan ajaibnya Siwon mengangguk tanpa berpikir.
“Apa kau tidak pernah menonton film dewasa seumur
hidupmu?” Kini Jinki mencondongkan tubuhnya, meletakkan tangan di kening Siwon.
Suhu tubuhnya masih normal. “Oh, tidak – tidak, kau pernah menonton film
keluarga kan? Di film keluarga selalu ada anak, suami dan istri, apa kau tidak
ingin punya anak?! Punya anak yang lucu seperti Lee Yeo Na?”
“Anakmu itu bukannya lucu, tapi merepotkan.” Siwon
membuka kaleng minuman dengan ujung kukunya dan langsung menenggaknya hingga
setengah.
Jinki melotot lagi dan kali ini berbicara dengan sedikit
berbisik, “Atau kau dan Mi Woo masih tidur terpisah, kau masih menyuruhnya
tidur di lantai dua?”
“Tentu saja tidak.” Lima setengah tahun, tapi yang
lima tahun dihabiskan tanpa saling menyapa. “Kau tidak tinggal bersama Mi Woo,
jadi tidak tahu dia seperti apa, sudahlah jangan asal bicara.” Kata Siwon
kesal.
“Kau baru mulai mengenalnya dan aku sudah akrab
dengannya sejak awal pernikahan kalian, kau yang jangan asal bicara! Kuingatkan
kau, mulai sekarang kau harus lebih tegas pada istrimu, jangan menunggu dan
jangan lengah, manfaatkan setiap kesempatan!” kata Jinki berapi api.
“Jangan menceramahiku!” Siwon mendorong Jinki agar
minggir dan mulai menatap layar laptopnya yang tadi sempat disingkirkan oleh
Jinki.
“Apa aku harus menyuruh Shin Ae agar mengajari Mi Woo?
Mungkin Shin Ae bisa merubahnya, kita atur agar istriku dan istrimu bisa pergi
berbelanja bersama.” Jinki mengeluarkan ponselnya, langsung ingin menelfon
istrinya.
“Aku suka Mi Woo yang seperti itu, jangan cemari dia
dengan gaya hidup istrimu yang seorang selebriti, dia milikku hanya aku yang
berhak merubahnya.”
“Seberapa sering?” Jinki menatap Siwon penuh selidik.
Siwon mengangkat wajahnya lalu memukul wajah Jinki
dengan buku, tidak sopan. “Tunggulah di luar, aku akan menyuruh Sun Kyu menyiapkan
surat pengunduran dirimu.” Dia mengangkat telfon di mejanya, memencet angka 6
yang akan langsung terhubung dengan sekretarisnya.
“Kalau aku dipecat, adikmu pasti akan bangkit dari
kuburnya dan merebut Mi Woo darimu.” Balas Jinki. Sukses, Siwon meletakkan telfonnya kembali.
“Bagaimana cara Mi Woo menunda kehamilan?”
Siwon menekan angka 6 lagi. Jinki kini malah
mencondongkan tubuhnya, meletakkan sikunya di meja untuk menyangga pipinya.
Menantang, “Minum obat.” Obat yang diminum Mi Woo beberapa hari lalu.
“Baiklah, buat dia tidak meminum obatnya, selamat
mencoba dan semoga sukes.” Jinki menepuk bahu Siwon dan melenggang ke luar.
“Aku harus menjemput Yeo Na, aku tidak akan kembali ke kantor lagi, selesaikan
pekerjaanmu sendiri!” Blamm, pintu tertutup rapat.
Siwon memijit keningnya, mana bisa Lee Jinki memberi
solusi?
***
“Mi Young – ah, kau lihat obat yang biasa Eomma
letakkan di kamar? Yang warnanya putih?” Mi Woo melongok dari pintu kamar.
Siwon dan Mi Young sedang menghias kue di meja makan. Separuh krimnya yang
berwarna merah sudah menempel di pipi. Dan Strawberrynya sudah sebagian
dimakan.
“Mungkin di tasmu, bukankah kau selalu membawanya
kemana – mana?” Siwon mencolek krim berwarna merah dan menjilatnya. “Mi Young –
ah, tambahkan Strawberrynya.” Dia menahan tawa, carilah terus sayang obatmu,
dia sudah meletakkannya di tempat yang tidak mungkin Mi Woo jangkau.
“Dimana ya aku meletakkannya?” Mi Woo berjalan ke
ruang tamu, mencari di balik bantal sofa pun tidak ada. “Seingatku kemarin aku
tidak ke rumah kaca…” dia menggaruk kepalanya dan berlari lincah ke halaman
belakang.
Tawa Siwon menyembur hingga dia terbungkuk. Mi Young
memandangnya tidak mengerti. “Mi Young – ah, kau akan segera punya adik.” Siwon
menepuk bahu Mi Young penuh semangat.
“Benarkah Appa?” Mi Young bertanya antusias,
ketika Appanya mengangguk dia melompat – lompat. “Aku akan memiliki
adik? Yei, yei….” Mereka berdua berputar – putar dan bernyanyi tidak jelas.
Ternyata tidak sesulit yang Siwon bayangkan, kalau berhasil dia akan menaikkan
jabatan Lee Jinki.
“Ada apa dengan kalian berdua?” Mi Woo memandang
mereka dengan sebelah alis terangkat. Dia tidak menemukan obatnya juga di rumah
kaca, di mobil juga tidak ada. “Kenapa senang sekali?” dia berusaha mengintip
ke belakang punggung Siwon, siapa tahu ada yang disembunyikan.
“Kami senang karena berhasil membuat kue, mau coba?
Rasanya enak sekali.” Kue itu baru setengah jadi dan masih tampak berantakan.
Siwon membekap mulut Mi Young sebelum putri kecilnya itu berteriak. Mi Woo tidak
tertarik pada kue dan memilih mencari obatnya mengelilingi dapur.
“Memangnya kenapa kalau sehari saja kau tidak minum
obat itu?” Siwon menyobek bungkus chochocip dan menumpahkan isinya ke
kue.
“Tidak apa – apa, aku hanya sedikit lemas saja.” Mi
Woo mencolek krim kue, “Sepertinya aku benar – benar lupa dimana meletakkannya,
aku bisa membelinya lagi nanti. Oppa aku sudah terlambat, aku harus ke
kampus. Mi Young – ah, Eomma berangkat ya…” Mi Woo menyambut ciuman Mi
Young di pipinya.
“Kau benar – benar ingin berangkat sendiri? kau bilang sedikit lemas.”
“Aku akan membeli obat lagi setelah pulang kuliah
nanti. Daa…”
“Biar aku saja yang membelikannya, telfon aku jika
sudah selesai, aku akan menjemputmu.”
“Ne, jika aku tidak lupa.” Jawab Mi Woo dari
balik pintu.
Siwon tertawa bahagia, bersiaplah Choi Siwon,
kehidupan pernikahanmu yang sebenarnya akan segera dimulai.
***
“Oppa, kenapa kau belum tidur?” Mi Woo membuka
matanya, dia tidur tengkurap dengan wajah menempel pada bantal. Tangannya
terjulur meraih ponselnya, “Sudah jam 12, tidurlah, bukankah besok kau ada meeting
jam 9 pagi? Kau membuat apa, sih?” Ada sebuah buku di pangkuan Siwon, namun dia
terlalu malas bergerak untuk memperhatikannya.
Siwon menunjukkan sampul bukunya.
“Kau mengerjakan tugasku? Aish, predikatku sebagai
siswa teladan akan tercoreng.” Mi Woo menarik selimut dan memejamkan matanya
kembali. “Gomawo. Kau lupa membelikanku obat, ya? Rasanya tubuhku lemas
sekali…”
Siwon menoleh sekilas, bukan sekali dua kali Mi Woo
tertidur dengan buku tugasnya. Namun jarang sekali tertidur di pelukannya. Dia menyentuh kulitnya, sedikit demam. “Gwaencanha,
aku akan membelinya untukmu besok pagi.”
Siwon menguap ketika masih ada empat nomor lagi yang
masih harus dikerjakan. Dia menutup bukunya dan melemparkannya ke nakas.
Mematikan lampu dan menyusul istrinya tidur. Usil, dia melingkarkan tangannya
di pinggang Mi Woo. Semenit, dua menit tidak ada reaksi apa apa. Dia menit ke
lima, Mi Woo memindahkan gulingnya – tetap dengan mata terpejam – menjadi sekat
diantara mereka. Menarik selimut hingga menutupi puncak kepalanya.
***
“Sajangnim, ada telfon untukmu dari Thailand,
apa aku harus memberikan nomor ponsel anda?” terdengar suara sekretris Lee.
“Besok saja, aku sibuk sekarang!” Siwon mematikan ponselnya
dan melemparnya ke jok sebelah. Sekilas dia masih mendengar, tapi sajangnim
ini…
Dia membawa mobilnya mengebut, Lee Jinki benar jika
dia bodoh. Yah sepertinya dia memang harus lengser dan memberikan posisinya
pada Jinki. Mungkin jika dia yang terus memimpin maka bukan tidak mungkin perusahaan yang
dibesarkan mendiang adiknya dengan susah payah akan segera bangkrut. Siwon
mengerem mendadak di lampu merah, hampir menabrak plat mobil di depannya.
“Ya, kenapa orang – orang berjalan seperti kura - kura?!”
teriaknya ketika melihat barisan pejalan kaki menyebrang. Dia memukul klakson
tanpa berpikir, memekakkan telinga pengguna jalan di tengah siang yang panas.
Jalanan tidak macet dan didepannya hanya ada dua mobil, wajar jika polisi mengetuk
kaca mobilnya.
“Kau pikir aku mabuk? Aku sadar sepenuhnya!” Siwon
menurunkan kaca mobilnya dengan bersungut – sungut dan menunjukkan SIM nya –
tentunya setelah susah payah mencarinya. Polisi itu menyuruhnya tanda tangan
dan tekanan pulpennya membuat kertasnya sobek. Alhasil dia harus tertahan di
sana hingga tiga lampu merah berikutnya.
“Sepertinya aku harus membuat pengakuan dosa.” Siwon
memukul keningnya dengan kepalan tangan. Atau ini kutukan dari adiknya? Bocah
itu pasti sedang menertawakannya dari akhirat sekarang.
Fatal. Akibatnya sangat fatal. Yang dia sembunyikan
kemarin bukan obat penunda kehamilan tapi obat anemia. Obat itu masih terdiam
di tas Mi Woo dengan manis dan istrinya masih rutin meminumnya. Mi Woo nyaris
pingsan di kampus karena tidak meminum obatnya. Dia punya anemia akut.
Direktur Choi, pria mapan yang sudah dua kali menikah,
berumur 31 tahun dan tidak bisa membedakan mana pil penunda kehamilan mana pil
anemia. Sekali lagi Siwon memukul klakson yang tidak berdosa. Menyuruh mobil
dua puluh meter di depannya agar minggir. Dia akan membalap sampai rumah. Dia
tidak yakin masih punya cukup nyali untuk bertatap muka dengan Mi Woo.
“Mi Woo – ya!” Siwon mendorong pintu kamar, rapi,
tidak ada siapa – siapa. “Shin Mi Woo!” dia melemparkan tasnya ke sofa dan
berlari ke kamar Mi Young. “Mi Young – ah, dimana Eom…”
“Sst…” Mi Woo menempelkan telunjuknya di bibir sambil
menunjuk Mi Young dengan dagunya, anak itu baru saja tidur. Dia mengibaskan
tangan, menyuruh suaminya keluar.
“Kau baik – baik saja?” Siwon merasa sangat lega, usahanya
mengebut ternyata tidak sia sia. Dia kira Mi Woo pingsan tidak berdaya,
ternyata menidurkan anaknya dengan wajah yang masih sedikit pucat. “Kau ini
membuatku khawatir saja, aku hampir ditangkap polisi tadi.”
“Mana obatku?” Mi Woo menengadahkan tangannya. Siwon
belum juga membelikannya hingga sekarang. Dia ingin membelinya semalam, tapi
terlalu sibuk mengerjakan tugas. Ingin mampir ke apotek sebelum ke kampus, tapi
di luar dugaan dia bangun kesiangan. Anemianya sudah akut dan tubuhnya akan
seperti dilolosi jika terlambat minum obatnya. Sebetulnya dia sudah merasa
tidak enak badan sejak semalam, tapi kelompoknya sedang mengerjakan tugas
penting dan itu menentukan cepat atau lambat dia akan diwisuda. Mi Woo tidak
bisa meninggalkannya. Untunglah Seul Ong bersedia mengantarnya pulang dan
bersusah payah membelikannya obat.
“Aku berlari meninggalkan rapatku ketika membaca SMS
mu, kau mau menguji apa jantungku kuat atau tidak?!” Siwon menempelkan tangannya
di pipi Mi Woo lalu mengusap keringat di
dahinya. “Kau tahu tidak berapa aku rugi kalau sampai rapat itu gagal, hah?”
Mi Woo mempoutkan bibirnya, seingatnya dia hanya
mengirim SMS agar menjemput Mi Young di sekolah karena kepalanya pening.
“Mau rugi apa tidak itu juga bukan urusanku.” Dia
memangku bantal, sedikit sebal pada Siwon. Sebelum tidur Mi Young sempat
bertanya kapan adik bayi lahir? Adik bayi apa? Dan jawaban Mi Young adalah,
kata Appa akan segera ada adik bayi. Benar Appa yang berkata
begitu? Mi Young mengganguk dengan polosnya. Dan Mi Woo mulai menyadari ada
masalah apa.
Siwon ingin segera menimang anak tapi tidak berani
bicara terang – terangan. Cih. Obat anemianya mungkin terselip diantara berkas
kerja suaminya. Mi Woo menahan tawa, dia tidak pernah bermimpi akan ada lelucon
bodoh dalam rumah tangganya.
“Yang rugi kau, bukan aku.” Jinki memang mengatakan
jika bagian sahamnya lebih besar, tapi Mi Woo juga belum pernah melihatnya
dengan mata kepalanya sendiri. Bangkrut pun dia masih bisa mencari kerja. “Ini
karena kau lalai membelikanku obat, kau harus mentraktir Seul Ong minum dan
berterimakasih besok!” Mi Woo menurunkan tangan Siwon, menikmati kecemasan
suaminya itu. Tampak dari kulit mulusnya yang berkerut gelisah. Dia juga perlu
dikerjai sekali – sekali.
“Aduh, aduh kepalaku…” Mi Woo mencengkeram rambutnya.
“Ah, perutku, perutku ada apa dengan perutku?” dia ambruk di samping Mi Young,
meremas perutnya.
“Mi Woo – ya kau kenapa? Sayang, kau baik – baik
saja?” tingkat kecemasan Siwon langsung berlipat. Dia merogoh ponselnya dan
menghubungi dokter, menunggu cukup lama walaupun pada akhirnya tidak diangkat.
Sementara Mi Woo berakting berguling guling di atas tempat tidur dengan sukses.
Lupa bahwa dia tadi menyuruh Siwon diam karena Mi Young sedang tidur.
“Tahanlah sebentar, dokter akan segera ke sini.” Wajah
Siwon pucat pasi. “Mana yang sakit? Kau mau kuambilkan apa?” dia membungkuk,
merapikan rambut Mi Woo yang menutupi wajahnya.
“Perutku sakit sekali, argg…” Mi Woo membuat wajahnya
sememelas mungkin, “Apa ini pengaruh obat itu, argg… obat itu, apa mungkin aku,
aku…argg…” Mi Woo berteriak – teriak yang membuat kepanikan Siwon makin tidak
terkendali. “Seperti ada yang terlepas dari perutku, apa aku… apa aku… huwaaa…”
dia menutupi wajahnya, menahan tawa.
“Mi Woo – ya, kau kenapa? Apa yang harus kulakukan?”
Siwon menggulung lengan kemejanya, “Baiklah, aku akan membawamu ke rumah sakit
.” Dia meletakkan tangannya di belakang bahu Mi Woo, ingin menggendongnya.
“Apa aku keguguran? Oh, ya Tuhan, Oppa maafkan
aku…” ada gunanya juga dia menonton Seul Ong berlatih acting di teater kampus
seminggu tiga kali.
Siwon terdiam, ototnya mendadak mengaku, hanya karena
mendengar sebuah kata. Kata yang sebenarnya buruk, tapi karena baru sekali mendengarnya
itu terasa seperti sebuah kemajuan yang baik. “Kau – kau bilang apa?” suaranya
nyaris berbisik.
“Ah, Oppa…” Mi Woo mengalungkan tangan di leher
Siwon, “Oppa maafkan aku…”. Dan Siwon yang masih speechless
membuatnya dengan sangat mudah mendorongnya hingga terkapar di atas tempat
tidur. Jatuh menindih Mi Young, anak itu membuka mata dan langsung menangis
kencang. Mi Woo meloncat turun dan tidak berhenti terbahak hingga hampir
sepuluh menit kemudian. Bahkan tidak peduli dengan anaknya yang menangis.
Lagi lagi mulut Siwon terbuka lebar, dia baru saja
diterbangkan bersama balon udara, lalu tiba – tiba kempes dan dia jatuh ke
tanah. Bukan di tanah tempatnya terbang tadi, tapi langsung dilempar ke jurang.
“Mi Yong – ah, sudah jangan menangis lagi Appa
tidak sengaja, maafkan Appa…” Dia memangku Mi Young, mengusap kepalanya,
tapi bukannya reda tangisnya malah makin kencang. “Uh, mana yang sakit? ya
ampun tanganmu merah…” Jelas saja, tertindih tubuhnya yang berkali lipat lebih
besar. Puas kau melihatnya menangis?!” semburnya pada Mi Woo yang tidak
berhenti tertawa.
Dan hingga setengah jam kemudian Siwon menggendong Mi
Young, menenangkannya hingga berbagai cara – mulai dari boneka, menirukan suara
gajah dan harimau bahkan hingga jumplitan di atas tempat tidur – agar diam dan
akhirnya tertidur lagi.
Mi Woo yang berbaring sambil memainkan ponselnya menghela
nafas melihat Siwon yang menyanyikan lagu nina bobo dengan lirih. Penampilannya
sudah lusuh, rambut acak – acakan dan kemeja sudah keluar dari celana. Sekarang
dia bisa dipercaya untuk menjadi seorang Ayah. Ayah anak yang kelak akan lahir dari rahimnya. Itu belum seberapa dibanding
dengan dia yang telah mengasuh Mi Young sejak lahir. Sendirian. Dia masih jelas
ingat ketika Mi Young lahir, Siwon melirik pun tidak. Tuhan dan waktu telah
membalikkan hatinya sekarang.
“Kau pikir itu lucu? Membuat sumimu cemas itu lucu?
Membuat suamimu hampir ditangkap polisi itu lucu?” sembur Siwon kesal setengah
berbisik. “Aku akan menghukummu.” Dia menyeringai.
“Coba saja, aku akan mengadukanmu pada adik ipar.” Mi
Woo menepuk bantal, letakkan Mi Young di sini. “Ya ampun tanganmu, sayang…” dia
mengusap tangan Mi Young yang sedikit
merah. “Appa keterlaluan.” Dia meletakkan Mi Young dengan sangat hati –
hati takut setiap gerakannya akan membangunkannya. “Ya kau cantik sekali…”
pujinya.
“Tidak, menurutku Mi Young tidak cantik.”
Ucapan Siwon membuat Mi Woo berhenti mengusap pipi Mi
Young, “Kau masih dendam pada Ibunya? Ya, Oppa hilangkan kebencianmu.”
Siwon tersenyum tipis, “ Yang cantik itu hanya kau
istriku…” sekarang mereka duduk berhadapan di pinggiran tempat tidur. “Kau
bukan hanya cantik, kau juga berhati seperti malaikat.”
“Kau berlebihan.” Baru sadar ya, batinnya, kemana saja
lima tahun ini?
Siwon menempelkan bibirnya di telinga Mi Woo, “Tapi
kau tidak seksi.” Katanya dengan nada menggoda, lupa bahwa ingin marah karena
telah mengerjainya. Dia sangat menyesal terlambat mengenal Mi Woo.
“Seksi itu bukan tipeku.” Kata Mi Woo dengan nada yang
dimenggoda godakan, tapi jatuhnya malah lucu.
“Aku kadang iri pada Jinki.” Tentu saja Shin Ae sangat
seksi. “Lain kali jangan membuatku cemas lagi, jangan mengerjaiku lagi, kau mau
aku tiba – tiba terkena serangan jantung?”
“Kembalikan obatku, kau kan yang mencurinya?” todong
Mi Woo. “Makanya jangan sok tahu!” dia meraih tangan suaminya, menggenggam jari
– jarinya. “Bukankah aku minum obat itu atas izinmu? Aku tidak akan
melakukannya jika kau tidak mengizinkannya. Cita – citaku dari kecil adalah
menjadi istri yang baik. Kau tinggal mengatakan padaku, Mi Woo – ya, aku ingin
punya anak dan aku akan mengandungnya untukmu…”
“Kupikir kau masih ingin fokus mengurus Mi Young.”
“Hidup seorang wanita baru akan sempurna jika dia
sudah melahirkan anaknya Oppa. Kau pikir sudah berapa lama kita
menikah?” Pernikahan dengan umur selama mereka harusnya sudah memiliki dua
anak. “Buang saja obatku yang kau sembunyikan, aku sudah tidak butuh itu lagi.”
Mi Woo mendengus.
“Jinjja?” bola mata Siwon membulat.
“Tentu saja tidak sekarang, kenapa pandanganmu seperti
itu?” Mi Woo mendorong wajah Siwon menjauh.
“Kapan?” Kejar Siwon.
Mi Woo menarik nafas, “Kapan – kapan.” Jawabnya
enteng. Dia tertawa geli karena wajah Siwon langsung berubah.
“Oppa, peluk aku…” Mi Woo merentangkan
tangannya. Sebelum tubuh suaminya bergerak dia sudah meletakkan dagu di bahunya
yang lebar dan kokoh. Memejamkan mata, menikmati aroma harum pewangi pakaian
yang bercampur dengan parfum Siwon. Dia merasakan belaian yang sangat lembut di
punggungnya yang merangsang otaknya
mendadak memutar memori lama. Mula – mula hanya setetes lalu air matanya
membludak tak terkendali.
“Kau kenapa Mi Woo
- ya?” Siwon mengeratkan pelukannya, walaupun tidak melihat wajahnya dia
mendengar suara tangis. “Kau tidak perlu takut, aku akan melindungimu sekarang.”
Ada terlalu banyak hal yang membuat Mi Woo menangis. Dirinya sendiri, mendiang
adiknya, kakaknya, mantan istrinya. Dia membiarkannya saja menangis agar merasa
tenang.
“Oppa…” Mi Woo menarik tubuhnya dan mengusap
mata dengan lengannya. “Aku bisa menangis setiap hari kalau kau terus bersikap
seperti ini, aku hanya tidak menyangka kita bahkan bisa duduk sedekat ini…”
Siwon mengusapkan jari – jarinya ke pipi Mi Woo,
mengeringkannya. Mi Woo yang tadi tertawa tanpa henti tiba – tiba terguguk. Dia
memang tidak bisa ditebak.
“Yang terbaik
sekarang adalah hadapi apa yang ada di depan kita, kau jangan membuatku merasa
berdosa dengan mengingat masa lalu, arra?” dia menempelkan keningnya di
kening Mi Woo, bersiap untuk meraih bibirnya.
“Tatap aku,
karena yang ada di depanku adalah aku, bukan mantan pacarmu siapa itu Nam Woo
Hyun, Kim Him Chan atau kakak tirimu itu siapa namanya?” Menyebut kakak, Siwon
ingat dia mengabaikan telfon dari Thailand tadi. Telfon apa ya?
“Lalu kapan?”
Dan jawaban Mi Woo sama,” Kapan – kapan saja!”
“Ya, Shin Mi Woo!” Siwon memukul puncak kepala Mi Woo
dengan sayang.
Shin Mi Woo tidak pernah menyangka akan sebahagia ini.
END.