Sabtu, 15 November 2014

Oneshoot / Choi Siwon - Shin Mi Woo Love and Live / Soulmate



SOULMATE

Tittle : Soulmate.

Cast : Choi Siwon, Shin Mi Woo.

Genre : Romance, Family.

Length : One Shoot / 5839 Words.

Rated : PG 15

Hallo… Choi Siwon dan Shin Mi Woo kembali. Saya kangen pada mereka hehe, dan kali ini saya kasih kesempatan mereka untuk bahagia hehe.  Ini asli absurd dan gaje, tanpa konflik. Don’ t bash, don’t palgiat and happy reading.

***

6 bulan setelah pertemuan di pemakaman Seung Hyun (peristiwa di pemakaman di sini)


“Oh Mi Young – ah, kau sudah bangun? sikat gigimu dulu, minta Appa untuk membantu.” Mi Woo menjulurkan kepalanya ke dalam kulkas, mengambil sekotak keju kemudian kakinya berjinjit lincah mengambil alat pemarutnya. Meletakkannya dengan cepat di atas meja makan dan berlari mengecilkan api kompor. “Oppa, bantulah Mi Young menyikat gigi!”

Tidak ada jawaban. Mi Woo menoleh dan mendapati orang yang dipanggilnya menelungkupkan kepala di meja. Beralaskan nampan dan wortel.

“Aku menyuruhnya mengiris wortel, dasar koala. Mi Young – ah, ayo sana sikat gigimu, Oppa bangunlah cepat!” Dia hanya bisa menghela nafas ketika Mi Young juga mengikuti jejak ayahnya, menelungkupkan kepala di meja.

“Baiklah, kalau begitu aku akan membuat sarapan untuk diriku sendiri.” Mi Woo menepukkan tangan di celemek bunga - bunganya.

Siwon mengangkat kepalanya, “Ya, siapa yang mengerjakan tugas hingga jam satu pagi dan membangunkanku jam lima pagi?”

“Aku tidak minta ditemani, aku kan sudah menyuruhmu tidur lebih dulu.” Mi Woo tidak mau kalah.  Dia mendorong piring berisi roti yang baru saja dipanggangnya ke hadapan suami dan putrinya. Sambil menunggui mereka makan dia mencuci strawberry. Dia mengerjakan tugas kuliah hingga sangat larut dan Siwon menungguinya dengan terkantuk - kantuk.

Oppa, hari ini aku akan ke kampus.” Mi Woo menarik kursi dan memasukkan sebuah strawberry ke  mulutnya – dengan dilempar. “Aku ditelfon pagi pagi sekali.” Padahal kemarin dia sudah mengatakan akan seharian di rumah.

Siwon menghela nafas, “Aku mengambil libur hari ini dan kau malah akan pergi?” Dia membatalkan meetingnya hari ini demi tinggal di rumah. Dia dan Mi Woo tidak cukup punya waktu untuk bersama – ditambah suasana canggung Mi Woo yang masih sering terlihat. Canggung setelah lima setengah tahun pernikahan mereka, bukankah dia suami yang sangat menyedihkan? Siang hari Siwon di kantor dan Mi Woo ke kampus, juga berperan ganda sebagai Ibu rumah tangga. Mi Woo bersikeras melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri. Dan pagi inilah contohnya. Malam hari lebih banyak dihabiskan Mi Woo untuk mengerjakan tugas dan menidurkan Mi Young – hingga dia tertidur di kamar Mi Young.

“Itu kantormu, kau bisa datang dan pergi sesuka hatimu.” Sekarang Mi Woo menggigit roti. “Pergilah bekerja dan aku akan ke kampus.”

“Sepertinya kau lebih mencintai kampusmu daripada aku, tahu akan begini aku tidak akan memasukkanmu ke universitas.” Siwon memajukan bibirnya, pura-pura marah.

Oppa, pendidikan sangat penting bagiku. Kau juga Mi Young – ah, jadilah anak yang pintar, sekarang kau bisa sekolah dimanapun yang kau mau.” Kata Mi Woo sambil menambahkan keju ke roti Mi Young. “Makan yang banyak sayang.”

Mi Young mengangguk, dia menjauhkan kejunya dengan sendok dan lebih tertarik pada Strawberry Mi Woo, “Susu.”

“Aku akan segera pulang setelah acaranya selesai, ujiannya sudah selesai kemarin. Mi Young – ah, Appa libur hari ini, kau pulang dijemput Appa ya?” Dia memandang Siwon yang sedang menuang air panas dari dispenser, meminta persetujuan.

“Baiklah, bagaimana kalau pulang sekolah kita jalan - jalan? Membeli es krim?” Siwon mengerling, memanas – manasi Mi Woo. Mi Woo mendengus. “Eommamu terlalu sibuk untuk jalan – jalan bersama Appa, kita pergi berdua saja, oke? Nah, habiskan susunya.”

“Coba saja kalau kalian berani melakukannya. Sepertinya ada telfon, Mi Young – ah, ambilkan ponsel Eomma di kamar.” Mi Woo menunjuk kamar dengan dagunya. Hanya butuh beberapa detik bagi Mi Young untuk kembali dengan ponsel di tangannya.

Yeoboseo, Seul Ong – ah…” ternyata dari teman kampusnya. “Aku akan segera sampai di sana, aku tidak akan terlambat, ya kau tenang saja, Ne, ne…” Mi Woo meletakkan ponselnya di meja, “Seoul Ong – ah, kau itu sangat sopan jika berbicara pada wanita.” Dia menggelengkan kepala, teringat teman satu timnya di kampus.” Seul Ong itu sangat ramah, sopan, pintar.”

“Siapa namanya yang ramah, pintar dan sopan?” Siwon menusuk rotinya dengan garpu. “Siapa Shin Mi Woo?” tanyanya gemas.

“Kau, siapa lagi?” Mi Woo meneguk tehnya, “Kau ramah, baik dan sopan tapi dia sangat ramah, sangat baik dan sangat sopan.”

“Mulai sekarang sepertinya aku akan memasukkanmu ke universitas khusus  perempuan” Siwon menelan rotinya dalam beberapa kunyahan.

Eomma, aku ingin menelfon.” Mi Young menengadahkan tangannya, meminta ponsel “Aku ingin menelfon Jin Hee Oppa.” Tambahnya dengan polos, tapi itu cukup membuat Mi Woo tersedak roti.  Siwon berjalan memutari meja, menepuk punggungnya.

“Kemarin saat kita ke stasiun bawah tanah aku melihat Jin Hee Oppa, tapi dia tidak mendengar panggilanku, boleh aku menelfonnya?” pinta Mi Young penuh harap.

“Kau ini masih kecil, kenapa menelfon anak laki – laki? Telfon saja temanmu yang lain.” Mi Woo masih mengatur nafasnya. Ya Tuhan… anak sekecil Mi Young sudah bisa mengingat anak laki – laki. Ada apa dengan didikannya? Sepertinya dia harus memperketat pengawasannya. Dan lagipula dia tidak ingin berurusan dengan Jin Hee lagi, lebih tepatnya keluarganya.

“Mi Young – ah, kau tumbuh dengan sangat cepat.” Siwon mengucak puncak kepala Mi Young. “Kau suka pada Jin Hee, eoh?”

Mi Young mengangguk cepat yang sukses membuat Siwon tergelak. Putrinya yang belum genap lima tahun sudah menaruh hati pada anak laki laki. “Jin Hee Oppa pernah memberiku es krim coklat. Eomma, kenapa Jin Hee Oppa tidak pernah bermain bersama kita lagi?”

“Yah, Choi Mi Young jangan sebut – sebut dia lagi, kehidupan kita sudah beda. Eomma tidak bekerja sebagai pengasuh Jin Hee lagi. Jin Hee sudah bersama Ayah dan Ibunya, kau tidak bisa menelfon karena Eomma tidak punya nomornya.” Mood makan Mi Woo mendadak hilang. Sudah dua tahun berlalu sejak dia berkerja di keluarga Kim, walaupun rasanya masih sangat membekas. Dia sudah putuskan tidak akan berhubungan dengan mereka lagi. Sekalipun bertemu di jalan, dia juga akan berpura – pura tidak kenal.

“Kim Jong Woon teman SMP ku, aku bisa mencarikan nomor telfonnya kalau kau mau.” Siwon menawarkan.

Oppa, tidak perlu.” kata Mi Woo tegas. “Aku tidak akan mengizinkan Mi Young pacaran sebelum SMA. Kau mengerti Mi Young – ah, tidak boleh pacaran sebelum SMA. S – M – A!” Dia menggerakkan jarinya di depan Mi Young. “Andwae, tidak boleh menerima makanan dari teman laki – laki tanpa sepengetahuan Eomma.”

“Kau ini berlebihan Mi Woo – ya.”

“Cukup aku yang menjadi korban kekejaman masa muda.” Kata Mi Woo datar – namun menghunjam. Dia hanya ingin yang terbaik untuk Mi Young. Mi Young sudah punya segalanya, orang tua yang lengkap, sekolah dan kehidupan yang terjamin. Berbanding terbalik dengan dia dulu.

Siwon langsung kalah telak.

“Berarti aku boleh bertemu dengan Jin Hee Oppa setelah aku…” Mi Young menelan rotinya dengan susah payah. “ Setelah aku menjadi Eomma?” Eomma dan Appanya bersatu kembali setelah dia besar.

“Tidak juga Mi Young – ah, pokoknya Eomma tidak akan mengizinkanmu pacaran sebelum kau besar. Oppa kau dengar, jangan coba menjodohkan Mi Young dengan siapapun, apalagi teman bisnismu dan itu bertujuan untuk menguntungkan perusahaan.” Mi Woo mengancam dengan ujung garpunya.

“Aku juga tidak akan sekejam itu pada anak orang.” Siwon tersenyum manis

Mi Young memandangnya tidak mengerti. Mi Woo melotot, mulutnya komat – kamit namun tidak mengeluarkan suara, kalau Ibunya mendengar bagaimana? Kau bisa dihantui.

“Baiklah, aku bertemu dengan Jin Hee Oppa kalau sudah besar saja.” Mi Young menggigit Strawberry, “ Bolehkan Eomma aku berkencan dengan Jin Hee Oppa seperti Eomma dengan Paman Woo Hyun?” dia menyesap Strawberry hingga airnya belepotan di bibirnya.

Satu lagi kejutan pagi dari Mi Young. Mi Woo merasa dia sudah mendidik Mi Young dengan sebaik – baiknya, tapi kenapa bisa kecolongan? Siwon memandang Mi Woo intens, apa maksudnya? Sepertinya kau tidak mendidik Mi Young untuk berbohong.

“Mi Young – ah, kau jangan mengada – ada!” Mi Woo tergagap. “Siapa yang mengajarimu soal cinta, Oppa pasti kau?!” dia menunjuk Siwon dengan garpu, menyerang lebih dulu sebelum dia banyak bertanya.

“Jadi kau dan Nam Woo Hyun pacaran? Kau bilang hanya teman, Ya… Shin Mi Woo bagaimana bisa kau melakukannya?” Siwon tampak frustasi, dia melampiaskannya pada roti, mencacahnya hingga tanpa bentuk. “Sementara aku menata diri di Amerika, kau disini pacaran?”

“Tidak, Oppa, tidak!” Mi Woo memelototi Mi Young. Dia hanya teman dengan Nam Woo Hyun walaupun tinggal satu rumah. Kalau Nam Woo Hyun menganggapnya bukan teman, itu urusannya, bukan urusan Mi Woo. “Mi Young mengada – ada, mana mungkin aku pacaran dengan dia! Mi Young – ah, kau ini mulai nakal ya?!” Dia ingin menjewer pipi Mi Young tapi Siwon melindunginya.

Mi Young meminum susunya dan berkata dengan sangat tenang. “Paman Woo Hyun pernah mencium Eomma, di sini, hump… hump…” sebelum dia selesai bicara Mi Woo sudah membungkam mulutnya. Mi Woo hampir saja melompati meja.

“Shin Mi Woo….” Kata Siwon lirih. Jadi itukah alasan Mi Woo tidak mau dipeluk olehnya ? Dia hanya bisa memeluk Mi Woo dalam hitungan detik karena Mi Woo akan lansung meloloskan diri. “Ternyata kau punya pacar?”

Oppa jangan percaya pada Mi Young, dia bohong!”

Siwon menumpu dahinya dengan tangan. Mi Woo mendekat dan memasang wajah memelas, berlutut di depan kursinya. “Percayalah padaku, hanya kaulah yang kucintai…”

Siwon menoyor kepala Mi Woo hingga hampir terjungkal, “Tidak lucu!” lalu mengacak rambutanya gemas. “Cepat habiskan sarapanmu, kau bisa terlambat.” Tidak ada gunanya dia cemburu karena itu sudah lama lewat. Dan situasi dua tahun lalu sangat membolehkan mereka pacaran. Lee Jinki kurang ajar, kenapa tidak bilang jika menelantarkan surat cerai hingga empat tahun?

“Sepertinya ada telfon lagi.” Mi Woo menoleh ke arah kamar.

Tanpa dsuruh Mi Young melorot turun dari kursi dan kembali dengan ponsel milik Siwon. “Eomma, Eomma dari Yeo Na, Yeo Na…” Mi Young meloncat kegirangan. Hyo Na adalah anak Lee Jinki, Mi Young dan Yeo Na sudah seperti saudara sepupu. “Yeo Na – ya!” pekiknya senang.

Yeoboseo Yeo Na – ya…” Mi Woo meletakkan ponsel di meja dan menyalakan speakernya. “Jinki Oppa ada apa? Oh, kau ingin menitipkan Yeo Na? kau dan Shin Ae akan ke Mokpo?”

Siwon memberi tanda dengan tangannya, tidak boleh.

“Yeo Na akan ke sini” Mi Woo mengajak Mi Young tos.

“Berikan padaku!” Siwon meminta ponselnya, “Tidak boleh, memang kau pengasuhnya apa ?” Kuliah, mengurus rumah, mengurus anak, mengurus anak orang, kapan ada waktu untuknya? Mi Woo menjauhkannya, Siwon mengejar hingga memutari meja. “Ya, Lee Jinki berikan saja anakmu ada pengasuhnya, jangan mengganggu istriku!”

“Aish, Oppa kau ini tidak sopan sekali.” Mi Woo mendekap ponselnya di dada. “Anieyo, kami tidak sibuk kebetulan sekali hari ini Siwon libur, jadi dia bisa menjaga anak – anak di rumah, kau tidak usah merasa sungkan…” Mi Woo tersenyum jahil.

“Aku akan ke kantor setelah ini, aku akan mandi.” Siwon menyerah dan beranjak pergi namun Mi Woo menyeret ujung kaosnya. “Aku akan membantumu setelah pulang dari kampus, Jinki Oppa, antarkan saja Yeo Na ke mari!”

“Mi Woo – ya…”

“Apa salahnya membantu orang, aku akan bersiap – siap, habiskan sarapan kalian!” Mi Woo melenggang pergi sambil bernyanyi mengikuti jingle iklan di TV.

Inilah kelemahan Siwon, lima setengah tahun pernikahan mereka. Dengan lima tahun dihabiskan antara lantai satu dan lantai dua dan juga Korea – Amerika, rasanya dia tidak kuasa menolak apa yang keluar dari mulut Mi Woo. Dosanya pada Mi Woo dan Mi Young sudah terlalu banyak. Toh, Mi Woo tidak pernah meminta banyak hal, tidak pernah menuntut ini itu. Uang belanjapun jika tidak diberi dia tidak pernah memintanya. Ongkos taksi juga tidak pernah meminta, apalagi perhiasan mahal. Bagian sahamnya lebih besar dari milik Siwon. Terlalu tau diri. Satu lagi, dia tipe istri penurut, saking penurutnya kadang membuat Siwon meras frustasi. Dan yang paling menyebalkan sekalinya meminta Mi Woo tidak pernah meminta untuk dirinya sendiri – atau mereka berdua.

Siwon harus bagaimana lagi agar mereka bisa semakin dekat?

***

“Ini sepertinya sudah jelek, harus diganti.” Siwon meneliti gorden kamar. “Oh sejak kapan aku memelihara motif seperti ini, warnanya juga tidak baik menurut fengshui, tidak hoki, pantas istriku punya pacar.” Dia menggut – manggut.

Mi Woo yang sedang menyisir rambutnya – rambut pendek sebahu, baru dia potong kemarin – mencibirkan bibir. Suaminya sedang mencari perhatian. “Memangnya kau tahu soal fengshui?”

“Apa sih yang tidak aku tahu?” Siwon membanting tubuhnya di ranjang, meraih ponsel Mi Woo dia atas bantal dan memainkannya. Dia sudah mandi, siap untuk mengasuh dua anak hari ini, memakai celana pendek dan kaos biru pas badan.

“Rambutku bagus tidak?” Mi Woo menyentuh rambutnya. Dia memotongnya di salon langganannya di Daegu. Yang membuat Siwon terperangah, dia ke salon kecil di Daegu padahal semua mall di Seoul juga ada salonnya.

Bukannya memperhatikan rambutnya namun Siwon memerhatikan Mi Woo dari atas hingga bawah. Tubuhnya masih saja kurus kering, kapan akan sedikit berisi dan bisa sedikit dipamerkan. Dipamerkan, dibawa ke hadapan seluruh bawahannya di kantor. Mungkin karena tidak mendapat gizi yang cukup sejak kecil jadi akan sulit. Mendadak dia ingin memeluknya. Tapi Mi Woo selalu berkelit, lebih lincah dari belut.

Sulit sekali menepis jarak diantara mereka walaupun masing – masing sudah menyatakan saling mencintai. Lima tahun ternyata terlalu lama, mungkin Siwon harus lebih bersabar karena sekarang baru enam bulan mereka tinggal bersama.

“Kenapa kau memperhatikanku seperti itu? Apa yang ada di pikiranmu? “ Mi Woo melempari Siwon dengan bantal. Dia membuka laci, menemukan botol obat berwarna putih dan langsung menelan dua sekaligus. Dia tidak mengembalikannya ke laci, namun memasukkannya ke dalam tas.

“Apa itu bermanfaat?” Siwon berbaring miring, menyangga kepalanya dengan tangan. “Kurasa tidak ada perbedaannya.” Dia melirik ke arah ponsel Mi Woo yang berdering.

“Tentu saja, yang merasakannya aku, bukan kau. Aku berangkat dulu Oppa, tidak usah kau antarkan, aku berangkat sendiri saja.”

Siwon mengambil ponsel Mi Woo, menepuk pipinya sendiri sambil tersenyum manis. Mi Woo menghela nafas dan menempelkan tangannya ke pipi suaminya.

“Lipstik ini aku baru saja membelinya, mahal, sayang jika terhapus.” Mi Woo mendecakkan bibir. Siwon kembali membanting tubuhnya dikasur, kehabisan akal.

“Aku berangkat, berikan ponselku!”

“Periksa dulu sepertinya ada pesan masuk, mungkin dari kampusmu.” Siwon cengar – cengir tidak jelas.

Mi Woo memeriksa sebuah SMS yang baru masuk. Belum selesai dia membaca, suaminya sudah merebutnya kembali. SMS dari Seul Ong yang mengatakan dia akan mengizinkan Mi Woo untuk tidak masuk pada dosen karena sedang sakit. “Oppa, apa yang kau lakukan?” dia berkacak pinggang, pasang kuda – kuda.

“Tidak ada alasan bagimu untuk pergi ke kampus.” Siwon mengangkat ponsel Mi Woo tinggi – tinggi.

“Apa yang kau bilang pada Seul Ong , hah?” Mi Woo murka. Dia melompat naik ke tempat tidur, merebut ponselnya. Siwon berguling.

“Kubilang kau sedang sakit, kau sedang hamil muda. Memangnya apalagi yang sering membuat orang yang sudah menikah sakit selain itu?”

Oppa, berikan ponselku! Kau jangan mengada ada, aku harus ke kampus, Oppa, berikan cepat!” Dia kan belum hamil, ada – ada saja. “Oppa kau ini, cepat berikan!” Mi Woo terus mengejar ponselnya.

Siwon mematikan ponsel Mi Woo, “Sudah tinggalah saja di rumah Shin Mi Woo sayang… Akhh…” Siwon menjerit karena Mi Woo memukul perutnya, dia meringis. Kesempatan itu tidak disia – siakannya untuk mengambil ponselnya.

“Aku menang!” Mi Woo tersenyum puas, memasukkan ponselnya ke saku. Dia baru akan melompat turun ketika Siwon menjegal kakinya, membuatnya jatuh berdebam dengan kaki di atas bantal.

“Kena kau sekarang!” Siwon mengunci tubuh Mi Woo, membuatnya tidak bisa bergerak kemana – mana, kecuali memandang wajahnya yang hanya beberapa senti di atasnya.

“Apa – apa, yang mau kau la – lakukan?” tanya Mi Woo gugup. Makin gugup karena suaminya tidak juga menjawab hanya memandanginya dengan tatapan ingin memangsa. “Men – menjauhlah dariku… Apa yang mau kau lakukan padaku?”

“Tidak ada, lain kali jangan beli lipstick seperti ini lagi, kau bisa menjadi pusat perhatian semua laki laki di kampus.” Siwon mengusap bibir Mi Woo dengan tangannya. Dia sempat berpikiran untuk menciumnya, tapi sudahlah.

“Lepaskan aku!”

“Rambutmu juga jangan seperti ini, aku tidak suka.”

“Dan pakaianmu, kau jangan sering berpakaian seperti ini kalau jadi istriku.” Kata Siwon setengah berbisik.

Mi Woo mengangguk, “Aku mengerti, aku akan memakai baju pemberianmu lain kali.” Detak jantungnya menjadi tidak terkendali. Apa apa denganmu Shin Mi Woo? Kemana saja dia baru sadar bahwa suaminya itu sangat tampan?

Siwon melepaskan Mi Woo dan duduk di pinggiran tempat tidur, menekuri lantai. “Maksudku bukan itu, tapi kancingkan bajumu dengan benar! Kau sudah mulai jadi perempuan penggoda, aish…”

Mi Woo buru – buru membetulkan pakaiannya dan segera berpamitan pergi. Membungkukkan kepala – untuk menutupi pipinya yang tidak tahu malu. Siwon tergelak ketika di depan pintu Mi Woo hampir tersandung.

Butuh waktu memang, namun perlahan jarak diantara mereka pasti lenyap. Mi Woo punya trauma yang cukup mengerikan jadi yang perlu dilakukannya sekarang adalah bersabar dan menjaganya agar tidak mengeluarkan air mata sedikitpun. Dia harus menjaga istrinya agar selalu dalam mood yang baik. Tidak perlu sebuah hal besar, cukup seperti pagi ini, sarapan bersama dan bertengkar kecil malah terbukti lebih bisa mendekatkan mereka.

“Aish, Choi Siwon jangan berpikir terlalu jauh dulu!”

***

Mwoya?” Lee Jinki berdiri dari kursinya, untung tidak serta – merta menyemburkan kopi di mulutnya. Matanya melotot lebar memandangi Siwon yang tampak tersudut di kursinya. “Apa kau tidak bisa menghitung sudah berapa lama pernikahanmu dengan Mi Woo? “ Jinki membuka laci dan membuka kalender enam tahun lalu yang masih disimpannya hingga sekarang.

“Kau tidak usah berlebihan begitu.” Siwon mengibaskan tangannya, menjauhkan kalender yang nyaris ditempelkan Jinki di wajahnya. “Kami menikah lima setengah tahun lalu, aku juga tidak akan lupa.” Seharusnya hati itu tidak menjadi hari perih.

“Lima setengah tahun dan kau menyetujui saja istrimu melakukan program penundaan kehamilan? Ya Tuhan, Choi Siwon kau ini suami yang normal atau tidak?” Jinki memijit keningnya. Sahabatnya itu bodoh atau terlalu menurut pada istri?

“Kau tidak ingin punya anak, hah?  Usiamu sudah hampir 32 tahun!” Jinki meletakkan kembali tubuhnya di kursi, menyandarkan punggungnya tanpa daya. Inikah hasilnya dari usaha mendamaikan mereka selama empat tahun? Empat tahun dia memberi waktu pada surat perceraian Siwon dan Mi Woo mengendap di laci. Tentunya dengan resiko dia akan ditangkap. Dan setelah bersatu kembali Siwon malah membuat sekat bodoh macam itu. Program penundaan kehamilan. Ingin sekali Jinki mengaduk otak Siwon agar sedikit pintar.

“Bagaimana mungkin aku menolaknya? Mi Woo sendiri yang memintanya, lagipula sepertinya dia sangat sibuk kuliah, aduhh…” Siwon mengusap kepalanya karena Jinki melemparinya dengan kamus.

Jari – jari Jinki bergerak gemas, terkepal membuka, terkepal menutup. Kalau tidak di kantor dia pasti sudah mencekik Siwon. “Aku malu sekali bekerja pada orang sepertimu Choi Siwon – ssi …” dia mengusap rambutnya yang sudah acak – acakan. Sepertinya lebih baik tidak makan ayam setahun daripada punya sahabat yang kelewat bodoh dan polos seperti Siwon.

“Aku tidak bisa menolak permintaan Mi Woo.” Siwon mengendurkan dasinya yang terasa mencekik. Sebetulnya Mi Woo tidak meminta secara langsung. Dia hanya datang memberinya selembar kertas dan berkata, ‘Oppa, Aku mendapatkan itu dari dokter tadi, apa aku boleh melakukannya?’

Dan ajaibnya Siwon mengangguk tanpa berpikir.

“Apa kau tidak pernah menonton film dewasa seumur hidupmu?” Kini Jinki mencondongkan tubuhnya, meletakkan tangan di kening Siwon. Suhu tubuhnya masih normal. “Oh, tidak – tidak, kau pernah menonton film keluarga kan? Di film keluarga selalu ada anak, suami dan istri, apa kau tidak ingin punya anak?! Punya anak yang lucu seperti Lee Yeo Na?”

“Anakmu itu bukannya lucu, tapi merepotkan.” Siwon membuka kaleng minuman dengan ujung kukunya dan langsung menenggaknya hingga setengah.

Jinki melotot lagi dan kali ini berbicara dengan sedikit berbisik, “Atau kau dan Mi Woo masih tidur terpisah, kau masih menyuruhnya tidur di lantai dua?”

“Tentu saja tidak.” Lima setengah tahun, tapi yang lima tahun dihabiskan tanpa saling menyapa. “Kau tidak tinggal bersama Mi Woo, jadi tidak tahu dia seperti apa, sudahlah jangan asal bicara.” Kata Siwon kesal.

“Kau baru mulai mengenalnya dan aku sudah akrab dengannya sejak awal pernikahan kalian, kau yang jangan asal bicara! Kuingatkan kau, mulai sekarang kau harus lebih tegas pada istrimu, jangan menunggu dan jangan lengah, manfaatkan setiap kesempatan!” kata Jinki berapi api.

“Jangan menceramahiku!” Siwon mendorong Jinki agar minggir dan mulai menatap layar laptopnya yang tadi sempat disingkirkan oleh Jinki.

“Apa aku harus menyuruh Shin Ae agar mengajari Mi Woo? Mungkin Shin Ae bisa merubahnya, kita atur agar istriku dan istrimu bisa pergi berbelanja bersama.” Jinki mengeluarkan ponselnya, langsung ingin menelfon istrinya.

“Aku suka Mi Woo yang seperti itu, jangan cemari dia dengan gaya hidup istrimu yang seorang selebriti, dia milikku hanya aku yang berhak merubahnya.”

“Seberapa sering?” Jinki menatap Siwon penuh selidik.

Siwon mengangkat wajahnya lalu memukul wajah Jinki dengan buku, tidak sopan. “Tunggulah di luar, aku akan menyuruh Sun Kyu menyiapkan surat pengunduran dirimu.” Dia mengangkat telfon di mejanya, memencet angka 6 yang akan langsung terhubung dengan sekretarisnya.

“Kalau aku dipecat, adikmu pasti akan bangkit dari kuburnya dan merebut Mi Woo darimu.” Balas Jinki.  Sukses, Siwon meletakkan telfonnya kembali. “Bagaimana cara Mi Woo menunda kehamilan?”

Siwon menekan angka 6 lagi. Jinki kini malah mencondongkan tubuhnya, meletakkan sikunya di meja untuk menyangga pipinya. Menantang, “Minum obat.” Obat yang diminum Mi Woo beberapa hari lalu.

“Baiklah, buat dia tidak meminum obatnya, selamat mencoba dan semoga sukes.” Jinki menepuk bahu Siwon dan melenggang ke luar. “Aku harus menjemput Yeo Na, aku tidak akan kembali ke kantor lagi, selesaikan pekerjaanmu sendiri!” Blamm, pintu tertutup rapat.

Siwon memijit keningnya, mana bisa Lee Jinki memberi solusi?

***

“Mi Young – ah, kau lihat obat yang biasa Eomma letakkan di kamar? Yang warnanya putih?” Mi Woo melongok dari pintu kamar. Siwon dan Mi Young sedang menghias kue di meja makan. Separuh krimnya yang berwarna merah sudah menempel di pipi. Dan Strawberrynya sudah sebagian dimakan.

“Mungkin di tasmu, bukankah kau selalu membawanya kemana – mana?” Siwon mencolek krim berwarna merah dan menjilatnya. “Mi Young – ah, tambahkan Strawberrynya.” Dia menahan tawa, carilah terus sayang obatmu, dia sudah meletakkannya di tempat yang tidak mungkin Mi Woo jangkau.

“Dimana ya aku meletakkannya?” Mi Woo berjalan ke ruang tamu, mencari di balik bantal sofa pun tidak ada. “Seingatku kemarin aku tidak ke rumah kaca…” dia menggaruk kepalanya dan berlari lincah ke halaman belakang.

Tawa Siwon menyembur hingga dia terbungkuk. Mi Young memandangnya tidak mengerti. “Mi Young – ah, kau akan segera punya adik.” Siwon menepuk bahu Mi Young penuh semangat.

“Benarkah Appa?” Mi Young bertanya antusias, ketika Appanya mengangguk dia melompat – lompat. “Aku akan memiliki adik? Yei, yei….” Mereka berdua berputar – putar dan bernyanyi tidak jelas. Ternyata tidak sesulit yang Siwon bayangkan, kalau berhasil dia akan menaikkan jabatan Lee Jinki.

“Ada apa dengan kalian berdua?” Mi Woo memandang mereka dengan sebelah alis terangkat. Dia tidak menemukan obatnya juga di rumah kaca, di mobil juga tidak ada. “Kenapa senang sekali?” dia berusaha mengintip ke belakang punggung Siwon, siapa tahu ada yang disembunyikan.

“Kami senang karena berhasil membuat kue, mau coba? Rasanya enak sekali.” Kue itu baru setengah jadi dan masih tampak berantakan. Siwon membekap mulut Mi Young sebelum putri kecilnya itu berteriak. Mi Woo tidak tertarik pada kue dan memilih mencari obatnya mengelilingi dapur.

“Memangnya kenapa kalau sehari saja kau tidak minum obat itu?” Siwon menyobek bungkus chochocip dan menumpahkan isinya ke kue.

“Tidak apa – apa, aku hanya sedikit lemas saja.” Mi Woo mencolek krim kue, “Sepertinya aku benar – benar lupa dimana meletakkannya, aku bisa membelinya lagi nanti. Oppa aku sudah terlambat, aku harus ke kampus. Mi Young – ah, Eomma berangkat ya…” Mi Woo menyambut ciuman Mi Young di pipinya.

“Kau benar – benar ingin berangkat sendiri?  kau bilang sedikit lemas.”

“Aku akan membeli obat lagi setelah pulang kuliah nanti. Daa…”

“Biar aku saja yang membelikannya, telfon aku jika sudah selesai, aku akan menjemputmu.”

Ne, jika aku tidak lupa.” Jawab Mi Woo dari balik pintu.

Siwon tertawa bahagia, bersiaplah Choi Siwon, kehidupan pernikahanmu yang sebenarnya akan segera dimulai.

***

Oppa, kenapa kau belum tidur?” Mi Woo membuka matanya, dia tidur tengkurap dengan wajah menempel pada bantal. Tangannya terjulur meraih ponselnya, “Sudah jam 12, tidurlah, bukankah besok kau ada meeting jam 9 pagi? Kau membuat apa, sih?” Ada sebuah buku di pangkuan Siwon, namun dia terlalu malas bergerak untuk memperhatikannya.

Siwon menunjukkan sampul bukunya.

“Kau mengerjakan tugasku? Aish, predikatku sebagai siswa teladan akan tercoreng.” Mi Woo menarik selimut dan memejamkan matanya kembali. “Gomawo. Kau lupa membelikanku obat, ya? Rasanya tubuhku lemas sekali…”

Siwon menoleh sekilas, bukan sekali dua kali Mi Woo tertidur dengan buku tugasnya. Namun jarang sekali tertidur di pelukannya.  Dia menyentuh kulitnya, sedikit demam. “Gwaencanha, aku akan membelinya untukmu besok pagi.”

Siwon menguap ketika masih ada empat nomor lagi yang masih harus dikerjakan. Dia menutup bukunya dan melemparkannya ke nakas. Mematikan lampu dan menyusul istrinya tidur. Usil, dia melingkarkan tangannya di pinggang Mi Woo. Semenit, dua menit tidak ada reaksi apa apa. Dia menit ke lima, Mi Woo memindahkan gulingnya – tetap dengan mata terpejam – menjadi sekat diantara mereka. Menarik selimut hingga menutupi puncak kepalanya.

***
Sajangnim, ada telfon untukmu dari Thailand, apa aku harus memberikan nomor ponsel anda?” terdengar suara sekretris Lee.

“Besok saja, aku sibuk sekarang!” Siwon mematikan ponselnya dan melemparnya ke jok sebelah. Sekilas dia masih mendengar, tapi sajangnim ini…
Dia membawa mobilnya mengebut, Lee Jinki benar jika dia bodoh. Yah sepertinya dia memang harus lengser dan memberikan posisinya pada Jinki. Mungkin jika dia yang terus memimpin maka  bukan tidak mungkin perusahaan yang dibesarkan mendiang adiknya dengan susah payah akan segera bangkrut. Siwon mengerem mendadak di lampu merah, hampir menabrak plat mobil di depannya.

“Ya, kenapa orang – orang berjalan seperti kura - kura?!” teriaknya ketika melihat barisan pejalan kaki menyebrang. Dia memukul klakson tanpa berpikir, memekakkan telinga pengguna jalan di tengah siang yang panas. Jalanan tidak macet dan didepannya hanya ada dua mobil, wajar jika polisi mengetuk kaca mobilnya.

“Kau pikir aku mabuk? Aku sadar sepenuhnya!” Siwon menurunkan kaca mobilnya dengan bersungut – sungut dan menunjukkan SIM nya – tentunya setelah susah payah mencarinya. Polisi itu menyuruhnya tanda tangan dan tekanan pulpennya membuat kertasnya sobek. Alhasil dia harus tertahan di sana hingga tiga lampu merah berikutnya.

“Sepertinya aku harus membuat pengakuan dosa.” Siwon memukul keningnya dengan kepalan tangan. Atau ini kutukan dari adiknya? Bocah itu pasti sedang menertawakannya dari akhirat sekarang.

Fatal. Akibatnya sangat fatal. Yang dia sembunyikan kemarin bukan obat penunda kehamilan tapi obat anemia. Obat itu masih terdiam di tas Mi Woo dengan manis dan istrinya masih rutin meminumnya. Mi Woo nyaris pingsan di kampus karena tidak meminum obatnya. Dia punya anemia akut.

Direktur Choi, pria mapan yang sudah dua kali menikah, berumur 31 tahun dan tidak bisa membedakan mana pil penunda kehamilan mana pil anemia. Sekali lagi Siwon memukul klakson yang tidak berdosa. Menyuruh mobil dua puluh meter di depannya agar minggir. Dia akan membalap sampai rumah. Dia tidak yakin masih punya cukup nyali untuk bertatap muka dengan Mi Woo.

“Mi Woo – ya!” Siwon mendorong pintu kamar, rapi, tidak ada siapa – siapa. “Shin Mi Woo!” dia melemparkan tasnya ke sofa dan berlari ke kamar Mi Young. “Mi Young – ah, dimana Eom…”

“Sst…” Mi Woo menempelkan telunjuknya di bibir sambil menunjuk Mi Young dengan dagunya, anak itu baru saja tidur. Dia mengibaskan tangan, menyuruh suaminya keluar.

“Kau baik – baik saja?” Siwon merasa sangat lega, usahanya mengebut ternyata tidak sia sia. Dia kira Mi Woo pingsan tidak berdaya, ternyata menidurkan anaknya dengan wajah yang masih sedikit pucat. “Kau ini membuatku khawatir saja, aku hampir ditangkap polisi tadi.”

“Mana obatku?” Mi Woo menengadahkan tangannya. Siwon belum juga membelikannya hingga sekarang. Dia ingin membelinya semalam, tapi terlalu sibuk mengerjakan tugas. Ingin mampir ke apotek sebelum ke kampus, tapi di luar dugaan dia bangun kesiangan. Anemianya sudah akut dan tubuhnya akan seperti dilolosi jika terlambat minum obatnya. Sebetulnya dia sudah merasa tidak enak badan sejak semalam, tapi kelompoknya sedang mengerjakan tugas penting dan itu menentukan cepat atau lambat dia akan diwisuda. Mi Woo tidak bisa meninggalkannya. Untunglah Seul Ong bersedia mengantarnya pulang dan bersusah payah membelikannya obat.

“Aku berlari meninggalkan rapatku ketika membaca SMS mu, kau mau menguji apa jantungku kuat atau tidak?!” Siwon menempelkan tangannya di pipi Mi Woo lalu  mengusap keringat di dahinya. “Kau tahu tidak berapa aku rugi kalau sampai rapat itu gagal, hah?”

Mi Woo mempoutkan bibirnya, seingatnya dia hanya mengirim SMS agar menjemput Mi Young di sekolah karena kepalanya pening.

“Mau rugi apa tidak itu juga bukan urusanku.” Dia memangku bantal, sedikit sebal pada Siwon. Sebelum tidur Mi Young sempat bertanya kapan adik bayi lahir? Adik bayi apa? Dan jawaban Mi Young adalah, kata Appa akan segera ada adik bayi. Benar Appa yang berkata begitu? Mi Young mengganguk dengan polosnya. Dan Mi Woo mulai menyadari ada masalah apa.

Siwon ingin segera menimang anak tapi tidak berani bicara terang – terangan. Cih. Obat anemianya mungkin terselip diantara berkas kerja suaminya. Mi Woo menahan tawa, dia tidak pernah bermimpi akan ada lelucon bodoh dalam rumah tangganya.

“Yang rugi kau, bukan aku.” Jinki memang mengatakan jika bagian sahamnya lebih besar, tapi Mi Woo juga belum pernah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Bangkrut pun dia masih bisa mencari kerja. “Ini karena kau lalai membelikanku obat, kau harus mentraktir Seul Ong minum dan berterimakasih besok!” Mi Woo menurunkan tangan Siwon, menikmati kecemasan suaminya itu. Tampak dari kulit mulusnya yang berkerut gelisah. Dia juga perlu dikerjai sekali – sekali.

“Aduh, aduh kepalaku…” Mi Woo mencengkeram rambutnya. “Ah, perutku, perutku ada apa dengan perutku?” dia ambruk di samping Mi Young, meremas perutnya.

“Mi Woo – ya kau kenapa? Sayang, kau baik – baik saja?” tingkat kecemasan Siwon langsung berlipat. Dia merogoh ponselnya dan menghubungi dokter, menunggu cukup lama walaupun pada akhirnya tidak diangkat. Sementara Mi Woo berakting berguling guling di atas tempat tidur dengan sukses. Lupa bahwa dia tadi menyuruh Siwon diam karena Mi Young sedang tidur.

“Tahanlah sebentar, dokter akan segera ke sini.” Wajah Siwon pucat pasi. “Mana yang sakit? Kau mau kuambilkan apa?” dia membungkuk, merapikan rambut Mi Woo yang menutupi wajahnya.

“Perutku sakit sekali, argg…” Mi Woo membuat wajahnya sememelas mungkin, “Apa ini pengaruh obat itu, argg… obat itu, apa mungkin aku, aku…argg…” Mi Woo berteriak – teriak yang membuat kepanikan Siwon makin tidak terkendali. “Seperti ada yang terlepas dari perutku, apa aku… apa aku… huwaaa…” dia menutupi wajahnya, menahan tawa.

“Mi Woo – ya, kau kenapa? Apa yang harus kulakukan?” Siwon menggulung lengan kemejanya, “Baiklah, aku akan membawamu ke rumah sakit .” Dia meletakkan tangannya di belakang bahu Mi Woo, ingin menggendongnya.

“Apa aku keguguran? Oh, ya Tuhan, Oppa maafkan aku…” ada gunanya juga dia menonton Seul Ong berlatih acting di teater kampus seminggu tiga kali.

Siwon terdiam, ototnya mendadak mengaku, hanya karena mendengar sebuah kata. Kata yang sebenarnya buruk, tapi karena baru sekali mendengarnya itu terasa seperti sebuah kemajuan yang baik. “Kau – kau bilang apa?” suaranya nyaris berbisik.

“Ah, Oppa…” Mi Woo mengalungkan tangan di leher Siwon, “Oppa maafkan aku…”. Dan Siwon yang masih speechless membuatnya dengan sangat mudah mendorongnya hingga terkapar di atas tempat tidur. Jatuh menindih Mi Young, anak itu membuka mata dan langsung menangis kencang. Mi Woo meloncat turun dan tidak berhenti terbahak hingga hampir sepuluh menit kemudian. Bahkan tidak peduli dengan anaknya yang menangis.

Lagi lagi mulut Siwon terbuka lebar, dia baru saja diterbangkan bersama balon udara, lalu tiba – tiba kempes dan dia jatuh ke tanah. Bukan di tanah tempatnya terbang tadi, tapi langsung dilempar ke jurang.

“Mi Yong – ah, sudah jangan menangis lagi Appa tidak sengaja, maafkan Appa…” Dia memangku Mi Young, mengusap kepalanya, tapi bukannya reda tangisnya malah makin kencang. “Uh, mana yang sakit? ya ampun tanganmu merah…” Jelas saja, tertindih tubuhnya yang berkali lipat lebih besar. Puas kau melihatnya menangis?!” semburnya pada Mi Woo yang tidak berhenti tertawa.

Dan hingga setengah jam kemudian Siwon menggendong Mi Young, menenangkannya hingga berbagai cara – mulai dari boneka, menirukan suara gajah dan harimau bahkan hingga jumplitan di atas tempat tidur – agar diam dan akhirnya tertidur lagi.

Mi Woo yang berbaring sambil memainkan ponselnya menghela nafas melihat Siwon yang menyanyikan lagu nina bobo dengan lirih. Penampilannya sudah lusuh, rambut acak – acakan dan kemeja sudah keluar dari celana. Sekarang dia bisa dipercaya untuk menjadi seorang Ayah. Ayah  anak yang kelak  akan lahir dari rahimnya. Itu belum seberapa dibanding dengan dia yang telah mengasuh Mi Young sejak lahir. Sendirian. Dia masih jelas ingat ketika Mi Young lahir, Siwon melirik pun tidak. Tuhan dan waktu telah membalikkan hatinya sekarang.

“Kau pikir itu lucu? Membuat sumimu cemas itu lucu? Membuat suamimu hampir ditangkap polisi itu lucu?” sembur Siwon kesal setengah berbisik. “Aku akan menghukummu.” Dia menyeringai.

“Coba saja, aku akan mengadukanmu pada adik ipar.” Mi Woo menepuk bantal, letakkan Mi Young di sini. “Ya ampun tanganmu, sayang…” dia mengusap tangan Mi Young  yang sedikit merah. “Appa keterlaluan.” Dia meletakkan Mi Young dengan sangat hati – hati takut setiap gerakannya akan membangunkannya. “Ya kau cantik sekali…” pujinya.

“Tidak, menurutku Mi Young tidak cantik.”

Ucapan Siwon membuat Mi Woo berhenti mengusap pipi Mi Young, “Kau masih dendam pada Ibunya? Ya, Oppa hilangkan kebencianmu.”

Siwon tersenyum tipis, “ Yang cantik itu hanya kau istriku…” sekarang mereka duduk berhadapan di pinggiran tempat tidur. “Kau bukan hanya cantik, kau juga berhati seperti malaikat.”

“Kau berlebihan.” Baru sadar ya, batinnya, kemana saja lima tahun ini?

Siwon menempelkan bibirnya di telinga Mi Woo, “Tapi kau tidak seksi.” Katanya dengan nada menggoda, lupa bahwa ingin marah karena telah mengerjainya. Dia sangat menyesal terlambat mengenal Mi Woo.

“Seksi itu bukan tipeku.” Kata Mi Woo dengan nada yang dimenggoda godakan, tapi jatuhnya malah lucu.

“Aku kadang iri pada Jinki.” Tentu saja Shin Ae sangat seksi. “Lain kali jangan membuatku cemas lagi, jangan mengerjaiku lagi, kau mau aku tiba – tiba terkena serangan jantung?”

“Kembalikan obatku, kau kan yang mencurinya?” todong Mi Woo. “Makanya jangan sok tahu!” dia meraih tangan suaminya, menggenggam jari – jarinya. “Bukankah aku minum obat itu atas izinmu? Aku tidak akan melakukannya jika kau tidak mengizinkannya. Cita – citaku dari kecil adalah menjadi istri yang baik. Kau tinggal mengatakan padaku, Mi Woo – ya, aku ingin punya anak dan aku akan mengandungnya untukmu…”

“Kupikir kau masih ingin fokus mengurus Mi Young.”

“Hidup seorang wanita baru akan sempurna jika dia sudah melahirkan anaknya Oppa. Kau pikir sudah berapa lama kita menikah?” Pernikahan dengan umur selama mereka harusnya sudah memiliki dua anak. “Buang saja obatku yang kau sembunyikan, aku sudah tidak butuh itu lagi.” Mi Woo mendengus.

Jinjja?” bola mata Siwon membulat.

“Tentu saja tidak sekarang, kenapa pandanganmu seperti itu?” Mi Woo mendorong wajah Siwon menjauh.

“Kapan?” Kejar Siwon.

Mi Woo menarik nafas, “Kapan – kapan.” Jawabnya enteng. Dia tertawa geli karena wajah Siwon langsung berubah.

Oppa, peluk aku…” Mi Woo merentangkan tangannya. Sebelum tubuh suaminya bergerak dia sudah meletakkan dagu di bahunya yang lebar dan kokoh. Memejamkan mata, menikmati aroma harum pewangi pakaian yang bercampur dengan parfum Siwon. Dia merasakan belaian yang sangat lembut di punggungnya yang merangsang  otaknya mendadak memutar memori lama. Mula – mula hanya setetes lalu air matanya membludak tak terkendali.

“Kau kenapa Mi Woo  - ya?” Siwon mengeratkan pelukannya, walaupun tidak melihat wajahnya dia mendengar suara tangis. “Kau tidak perlu takut, aku akan melindungimu sekarang.” Ada terlalu banyak hal yang membuat Mi Woo menangis. Dirinya sendiri, mendiang adiknya, kakaknya, mantan istrinya. Dia membiarkannya saja menangis agar merasa tenang.

Oppa…” Mi Woo menarik tubuhnya dan mengusap mata dengan lengannya. “Aku bisa menangis setiap hari kalau kau terus bersikap seperti ini, aku hanya tidak menyangka kita bahkan bisa duduk sedekat ini…”

Siwon mengusapkan jari – jarinya ke pipi Mi Woo, mengeringkannya. Mi Woo yang tadi tertawa tanpa henti tiba – tiba terguguk. Dia memang tidak bisa ditebak.

 “Yang terbaik sekarang adalah hadapi apa yang ada di depan kita, kau jangan membuatku merasa berdosa dengan mengingat masa lalu, arra?” dia menempelkan keningnya di kening Mi Woo, bersiap untuk meraih bibirnya.

 “Tatap aku, karena yang ada di depanku adalah aku, bukan mantan pacarmu siapa itu Nam Woo Hyun, Kim Him Chan atau kakak tirimu itu siapa namanya?” Menyebut kakak, Siwon ingat dia mengabaikan telfon dari Thailand tadi. Telfon apa ya?

“Lalu kapan?”

Dan jawaban Mi Woo sama,” Kapan – kapan saja!”

“Ya, Shin Mi Woo!” Siwon memukul puncak kepala Mi Woo dengan sayang.

Shin Mi Woo tidak pernah menyangka akan sebahagia ini.

END.